KULON PROGO (wartakonstruksi.com) – Kabar mengejutkan datang dari Kulon Progo. Lewat ‘koalisi’ hebat antara dewan, dinas dan kontraktor, duit proyek senilai Rp 20 miliar dipecah-pecah menjadi 50-an paket dan dibagi-bagi untuk kontraktor di kabupaten paling barat di DIY ini.
Rencana kotor ini terungkap dalam audiensi asosiasi pelaksana konstruksi di gedung DPRD Kulon Progo, sebagaimana diberitakan kantor berita nasional Antara. Yang patut dipertanyakan adalah landasan hukum yang melegalkan praktik bagi-bagi proyek dengan dana negara.
Baca juga
Frendhi, S.H, pengamat korupsi sektor jasa konstruksi menilai perbuatan bagi-bagi proyek yang diamini dewan, dinas, BLP dan kontraktor adalah ilegal dan dapat dikategorikan korupsi yang dapat merugikan keuangan negara.
Lebih lanjut Frendhi menjelaskan, perbuatan seluruh pihak yang terlibat adalah perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan aturan perundang-undangan. Perbuatan itu jelas akan memperkaya dirinya sendiri dan orang lain bahkan korporasi.
“Pasal 2 UU Tipikor nomor 31 tahun 1999 jo. UU no. 20 tahun 2001 dengan jelas dan tegas mengatur soal itu. Ancamannya jelas, penjara seumur hidup atau paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun disertai denda. Jadi jangan main-main,” tegasnya.
Bagi pejabat terkait, lanjut Frendhi, Pasal 3 UU yang sama patut diperhatikan lagi. Pasal itu dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan wewenang dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi juga masuk kategori korupsi dengan ancaman penjara seumur hidup, atau penjara 1 tahun paling sedikit dan paling lama 20 tahun.
“Saya kira unsur dari Pasal 3 ini sudah sangat masuk, yaitu unsurnya setiap orang, tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan wewenang kesempatan atau sarana, yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dan dapat merugikan keuangan negara,” jelasnya.
Dilihat dari unsur-unsur di atas, Frendhi menilai semuanya sudah sangat gamblang. Baik unsur setiap orang, korporasinya, dan maupun orang-orang yang punya wewenang dan jabatan.
Lebih jauh alumni Fakultas Hukum Universitas Janabadra ini menjelaskan bahwa, bagi-bagi proyek seperti yang dilakukan di Kulon Progo bertentangan dengan asas keterbukaan dalam proses pengadaan barang dan jasa sebagaimana diatur dalam Perpres 16 tahun 2018 dan perubahannya.
Celakanya lagi, tambah dia, praktik itu merupakan rekayasa dan persekongkolan yang sangat merugikan dan menimbulkan persaingan yang sangat tidak sehat. “Kalau dilihat persekongkolannya, jelas sangat bertentangan dengan ketentuan dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat,” tambahnya.
Penulis | : WK 006 |
Editor | : ED WK003 |