BANTUL (wartakonstruksi.com) – Praktik memecah paket pekerjaan menjadi nilai ratusan juta rupanya sedang trend. Tidak hanya terjadi di Kulon Progo, praktik yang sama juga diduga diterapkan di Bantul. Salah satu sumber bahkan menyebut ada pertamuan rutin di sekitar kawasan Nologaten, Sleman.
Penelusuran media ini pada laman LPSE Bantul menemukan setidaknya ada 11 paket yang telah dilelangkan. Menurut informasi, jumlah paket yang dilelangkan dengan nilai ratusan, tidak hanya 11 melainkan lebih banyak lagi. Anggaran yang ada kabarnya sengaja dipecah menjadi paket-paket kecil agar menghasilkan jumlah paket yang lebih banyak.
Baca juga
Kepala Dinas PUPKP Bantul, Bobot Ariffi ‘Aidin ditemui di ruang kerjanya mengungkapkan bahwa nilai paket jalan yang hanya ratusan dibuat untuk pemerataan. “Biar semuanya bisa tertangani, memang tidak bisa tuntas tapi setidaknya bisa ditangani bertahap,” katanya.
Salah satu sumber yang enggan disebut namanya menyebutkan bahwa paket pekerjaan bernilai ratusan merupakan hasil konsolidasi PL alias penunjukkan langsung. Konsolidasi itu menghasilkan paket dengan nilai di atas Rp 200 juta sehingga harus dilelangkan.
“Jadi banyak paket kisaran Rp 300 sampai Rp 400-an juta hasil konsolidasi PL. Katanya itu rekomendasi KPK bidang pencegahan untuk menghindari PL yang jumlahnya ratusan,” ungkapnya.
Bila ini benar maka patut diduga kuat lelang yang dilakukan hanya formalitas. Indikasi ke arah itu cukup kuat, Pengamatan pada laman LPSE ditemukan bahwa dari 11 paket yang sudah didapat pemenangnya itu, rata-rata hanya ada 4-5 penawar.
Bila dugaan ini benar adanya maka patut disayangkan, mengingat konsolidasi dengan melelangkan paket namun dengan ‘jago’ yang sudah disiapkan jelas bertentangan dengan prinsip keterbukaan sebagaimana tertuang dalam Perpres 16 tahun 2018 dan perubahannya.
Di samping itu, tindakan itu jelas mencederai kompetisi yang sehat dan sekaligus menghambat persaingan usaha yang sehat di bidang jasa konstruksi dan merupakan bentuk persekongkolan horizontal sekaligus vertikal, sehingga jelas melanggar ketentuan UU no. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Kadis Dituding Kelamaan Menjabat
Di balik desas-desus dum-dum proyek ratusan juta hasil konsolidasi PL, menyeruak tudingan bila kisruh itu tak lepas dari posisi Kepala Dinas yang dianggap terlalu lama menjabat. Bila dirunut ke belakang, masa jabatan kadis saat ini memang sudah cukup lama, yakni sejak 2016.
Merujuk Undang-Undang Nomor 54 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Peraturan BKN Nomor 5 Tahun 2015 semestinya sudah ada mutasi. Ketentuan dalam Peraturan BKN, mutasi dilakukan paling singkat 2 tahun, paling lama 5 tahun.
“Kepala Dinas PU sekarang banyak yang menyebutnya ‘kaisar’, kaisar penataan paket. Pengakuan beberapa kontraktor sering diminta ‘upeti’ oleh Kaisar untuk mempertahankan jabatannya,” ungkap salah satu sumber yang enggan disebut namanya.
Lebih jauh di katakana bahwa, posisi Kadis PU yang seperti sekarang dinilai tidak produktif. Hingga saat ini, masih menurut sumber tadi, tidak ada output dari dinas yang mencolok manfaatnya untuk masyarakat. “Yang Nampak malah kepada PU yang punya banyak kos-kosan mewah. Dana itu tidak selaras dengan gaji eselon sebagai Kadis,” paparnya.
Penulis | : WK 006 |
Editor | : ED WK002 |