YOGYAKARTA (wartakonstruksi.id) – Bangunan permanen di kawasan Bumijo Bumijo, Jetis, Kota Yogyakarta tak kunjung ditertibkan. Padahal, sejak 2 tahun lalu, trantib kecamatan Jetis sudah melayangkan SP 3. Informasi yang berkembang menyebut bangunan itu milik Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan karena semakin menguatkan lemahnya penegakan aturan di Kota Yogyakarta. Padahal bangunan illegal itu jelas harus ditertibkan agar tidak melebar dan diikuti yang lainnya.
Direktur Eksekutif Aliansi Pengawas Konstruksi (APK), Baharuddin Kamba mengatakan, untuk memastikan informasi kepemilikan bangunan permanen yang ada di kawasan Bumijo pihaknya selain melakukan klarifikasi ke kecamatan juga meninjau langsung lokasi bangunan liar tersebut.
Bahar memastikan pihaknya akan menyelidiki kasus tersebut lebih dalam, karena siapa pun yang melanggar aturan perlu ditindak tegas. "Tidak ada pengecualian. Kalau ternyata benar milik ASN, ini sangat kami sayangkan. Kami akan terus mendesak Satpol PP untuk melakukan penertiban," tegasnya.
Bahar yang juga aktivis Jogja Corruption Watch (JCW) menjelaskan, dari keterangan Kasi Trantib Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta, Agus S, didapati informasi bahwa sekitar 2 tahun lalu pihaknya bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Yogyakarta telah melakukan penindakan berupa mendatangi lokasi dan memberikan Surat Peringatan (SP) ketiga bagi pemilik bangunan permanen itu.
Dikatakan, dengan telah diberikannya SP 3 itu, maka kewenangan beralih menjadi kewenangan Sat Pol PP Kota Yogyakarta untuk melakukan tindakan lebih lanjut. Dirinya juga tidak mengerti secara pasti kenapa pemiilik bangunan itu hingga kini masih tetap berjualan.
Sementara dilokasi APK mendapati bangunan permanen tersebut nampak sepi. Karena bangunan tersebut tutup. Hanya nampak kardus minuman mineral kemasan yang ditutup dengan terpal yang ditaruh di trotoar. Bagi APK, sudah semestinya ada tindakan penertiban terhadap bangunan permanen yang berada di jalan Tentara Pelajar Bumijo Jetis Kota Yogyakarta yang dengan usaha toko kelontong itu.
Jika terus dibiarkan, maka akan dapat ditiru oleh pedagang yang lainnya dan ini terus-menerus terjadi. Pastinya, akan menjadi preseden buruk bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam hal penegakan aturan. “Karena sudah berulang kali Pemkot seakan abai terhadap bangunan komersil yang melanggar aturan, seperti bangunan komersil yang ada di Jalan Ipda Tut Harsono Timoho Umbulharjo,†pungkasnya. Red
Penulis | : |
Editor | : wkeditor |