YOGYAKARTA (wartakonstruksi.com) - Kinerja Pokja ULP (kelompok kerja unit layanan pengadaan) Daerah Istimewa Yogyakarta menuai sorotan dari APK. Produk yang dihasilkan unit kerja tersebut cenderung terkesan cari aman karena selalu memilih penawar terendah sebagai pemenang.
Pokja juga terkesan tidak peduli meski penawar terendah itu ‘ndlosor’. Padahal lelang ndlosor berdampak serius pada hasil pekerjaan. Tapi soal itu pokja tidak mau tahu. Asal tugas selesai, soal hasil akhir biar diselesaikan yang lain.
Direktur Eksekutif APK (Aliasi Pengawas Konstruksi) Baharuddin Kamba mengatakan, di samping melakukan pemilihan penyedia barang/jasa mulai dari pengumuman kualifikasi atau pelelangan sampai dengan menjawab sanggahan. Pokja ULP juga wajib melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk secara teliti dan benar.
"Informasi yang kami himpun, sejauh ini pokja belum melakukan evaluasi teknis, selain itu penilaian pokja masih ada unsur keberpihakan, dasarnya adalah pokja masih leluasa berkomunikasi dengan para penyedia jasa," ungkap Bahar.
Semestinya, lanjut Bahar, Pokja dilarang keras berkomunikasi dengan penyedia jasa apalagi mengadakan pertemuan tertutup, kecuali dalam konteks evaluasi lelang. Di luar itu mereka tidak diperbolehkan menjalin komunikasi, karena dimungkinkan akan berpengaruh kepada hasilnya
Selain itu, sambungnya, Pokja terkesan hanya cari aman, entah demi menghindari sanggahan dari peserta yang dilompati atau malas lakukan evaluasi teknis sehingga cenderung memilih nilai penawaran yang rendah. Memang UU dan Perpres memerintahkan harga terendah resposif sebagai pemenang.
"Data yang kami punya menunjukkan Pokja jarang sekali melakukan evaluasi sampai kepada tahapan teknis. Mereka hanya melakukan evaluasi sebatas administrasi sehingga hasilnya bisa saja terendah tidak responsif," terang Bahar.
Namun, Bahar juga tidak menampik jika selama ini personil yang dimiliki Unit Layanan Pengadaan (ULP) sangat terbatas. Personel Pokja hanya berjumlah belasan orang, tapi mereka harus terlibat dalam proses semua pengadaan barang dan jasa yang ada di DIY.
Tahun 2018, berdasarkan data SIRUP, Pemerintah DIY memiliki paket kegiatan dengan metode pemilihan penyedia dengan tender mencapai 430 paket, belum termasuk paket pengadaan langsung.
Untuk itu, Bahar mendorong pemerintah DIY supaya menambah ASN di sektor tersebut, tentunya personil yang punya kapasitas dan kemampuan di bidang pengadaan, supaya menghasilkan penyedia yang benar-benar responsif, mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai spesifikasi yang diminta dalam standar dokumen pengadaan (SDP).
Penulis | : O-Kz |
Editor | : ED-WK01 |